Foto: https://pixabay.com
Atuis: Yohanes Manhitu
Ta’ét oe asait nâko fafon nae
lê napèn lalan piuta he nsai
talantea in balesnasat es nae,
es amnesat, ma nabuabon.
Ka haef mesê fa hit ka tahín fa
hit tém tâko mé ma he tnao on mé.
Hit onlê anaolalan akikû es nae,
es pahe usan, ka nahín fa lalan.
Hit tatanab nekak ma taim taes
neu totis lê naheun hit neöp.
Tkios oe asait nâko fafon nae
lê napèn lalan piuta he nsai.
Lalne natfai piuta es hit matak,
me hit nekke es fê maëkâ kun.
Lekâ nekke natsoi ma nakninô,
sâ-sâ lof natonon ma njail enô.
Yogyakarta, Funhitû 2010
----------------------------
SEPERTI AIR YANG MENGALIR ITU
Penulis & penerjemah: Yohanes Manhitu
Lihatlah air yang mengalir dari atas sana
yang selalu temukan jalan ‘tuk mengalir
sampai di peristirahatannya di sana,
di tanah nan datar, dan berkumpul.
Bukan sekali kita tak mengetahui
titik tolak dan tujuan perjalanan kita.
Bak musafir yang lagi tersesat di sana,
di tengah pulau, tak tahu mau ke mana.
Kita bertanya-tanya untuk menjawab
pertanyaan yang memenuhi benak kita.
Lihatlah air yang mengalir dari atas sana
yang selalu temukan jalan ‘tuk mengalir.
Jalan senantiasa terbuka di depan kita,
tapi hati kitalah yang masih tertutup.
Tatkala hati terbuka dan jadi bening,
segalanya ‘kan tampak dan jadi pintu.
Yogyakarta, Juli 2010